Nama Kelompok : Elin Eliani (22210333)
Galih Pangestu (22210924)
Harry Farhan (23210157)
Saepudin (26210320)
Tiara Lenggogeni (26210888)
I. ABSTRAK
HKI adalah hak yang
timbul sebagai akibat dari manusia karya tindakan kreatif menghasilkan inovatif
yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia. Sebagai hak eksklusif,
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual pada mulanya merupakan bentuk
perlindungan yang diberikan oleh Negara bagian ide atau hasil karya warga
negaranya, dan karena itu hak atas Kekayaan Intelektual adalah kenegaraan
fundamental teritorial. Pengakuan Hak Kekayaan Intelektual perlindungan di
sebuah Negara tidak berarti perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Negara
lain. Pelaksanaan ketentuan mengenai Hak Kekayaan Intelektual telah
dilaksanakan tetapi belum maksimal hal ini disebabkan karena persepsi
masyarakat yang beragam di satu sisi banyak yang menganggap HKI belum
diperlukan karena akan membatasi seseorang untuk berbuat baik kepada sesama
manusia, tetapi ada juga orang yang sudah mulai menyadari pentingnya HKI
sehingga berusaha melindungi HKI dalam hal ini adalah Hak Cipta dan Merek
Dagang Hak. Namun dalam pelaksanaan HKI ada juga kendala yang menyertai system
pemasaran yang belum baik, sering mengubah-ubah bahwa motif serta modal
terbatas dan sumber daya manusia.
II. PENDAHULUAN
Globalisasi
ekonomi tidak pelak lagi telah masuk dalam kehidupan NasionalIndonesia. Hal ini
akan menimbulkan kolonialisasi ekonomi dengan konsentrasi padakekuatan
korporasi internasional, oleh karena itu hukum diharapkan mampumengakomodasi
untuk memperkuat perekonomian nasional untuk mengakses pasar internasional.
Akhir
akhir ini sedang berlangsung terjadinya perubahan-perubahan yang sangatcepat,
sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia sudah tidaklagi
perlu menyelesaikan suatu pekerjaan secara manual, melainkan sudahmemanfaatkan
teknologi canggih yang serba otomatis. Jarak maupun waktu bukan lagisuatu
masalah baik itu jauh maupun lama. Oleh karena itu, ini menandakan
perubahanbaru dari era industri menuju era baru yaitu era informasi.
Globalisasi
pada awalnya bermula pada perubahan dan perkembangan dibidang ekonomi untuk
mewujudkan tata ekonomi antar bangsa yang adil dan sejahterauntuk sebagian
besar masyarakat dunia.Globalisasi mengandung makna yang dalamdan terjadi di
segala aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial budaya, IPTEK,dan
sebagainya. Dalam dunia bisnis misalnya, globalisasi, tidak hanya sekedar
berdagang di seluruh dunia dengan cara baru, yang menjaga keseimbangan
antarakualitas global hasil produksi dengan kebutuhan khas yang bersifat lokal
darikonsumen. Cara baru ini dipengaruhi oleh saling ketergantungan antar bangsa
yangsemakin meningkat, berlakunya standar-standar dan kualitas baku internasional,meningkatan
peran swasta dalam bentuk korporasi internasional, melemahnya ikatan-ikatan
nasional di bidang ekonomi, peranan informasi sebagai kekuatan meningkat.
Ekspansi perdagangan dunia dan
juga dilakukannya rasionalisasi tarif tercakupdalam GATT (the General Agreement
on Tariff and Trade). GATT sebenarnyamerupakan kontrak kerja antar partner
dagang untuk tidak memperlakukan secaradiskriminatif, proteksionis atas dasar
´’law of the jungle’´ dalam perdagangan dunia.Salah satu hasil perundingan GATT
adalah TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including
Trade in Counterfeit Goods). Yang bertujuan :
a. Meningkatkan perlindungan
terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)dari produk-produk yang
diperdagangkan.
b. Menjamin prosedur pelaksanaan
HAKI yang tidak menghambat kegiatanperdagangan.
c. Merumuskan aturan serta
disiplin mengenai pelaksanaan perlindunganterhadap HAKI.
d. Mengembangkan prinsip aturan
dan mekanisme kerjasama internasionaluntuk menangani perdagangan barang-barang
hasil pemalsuan ataupembajakan HAKI.
Globalisasi menimbulkan dampak
bagi Negara Republik Indonesia secarakhususnya dan bagi negara berkembang pada
umumnya. Pembangunan yangdilaksanakan mau tidak mau harus memperhitungkan aspek
aspek global tersebut.Dalam hal ini termasuk dalam pengembangan hukum,
instrumen-instrumen hukuminternasional dan pandangan-pandangan yang bersifat
global perlu memperoleh tempatdalam pemikiran hukum nasional.
Proses globalisasi menimbulkan
tolok ukur utama hubungan antar bangsa yaituperihaleconomic oriented yakni
keuntungan atau hasil nyata apa yang dapat diperolehdari adanya hubungan
tersebut. Pengaruh luar dapat cepat sekali masuk ke Indonesiasebagai implikasi
terciptanya sistem ekonomi yang terbuka. Salah satu aspek darisistem ekonomi
adalah pada produk yang pemasarannya tidak lagi terbatas pada skalanasional
tetapi juga internasional. Hal ini berakibat pada kompetisi standar kualitas
danpersaingan yang fair, serta terhindarnya produk industri palsu, berdasarkan
padakesepakatan-kesepakatan dunia internasional.
Dalam
keletihan mengatasi deraan krisis ekonomi, hak atas kekayaan intelektual(HaKI)
kembali digugat perannya dalam proses pemulihan dan pemberdayaan ekonomirakyat.
Sejauh ini, HaKI memang mempunyai insentif strategis untuk mendorongpertumbuhan
ekonomi meski juga berkarakter monopoli yang mengundang resistensiGlobalisasi
saat ini telah menciptakan aspek aspek dalam bentuk formatinterdependensi.
Demikian pula rezim HaKI yang sarat dengan tatanan regulasi. Dalamkegiatan ekonomi
dan perdagangan, HaKI telah sedemikian terkait dengan artikulasipasar global.
Pasar bebas yang mestinya steril dari berbagai intervensi, nyatanyamemiliki
kalkulasi sendiri. Ia terbukti tidak sepi dari kepentingan politik. Sanksi
ekonomi,dan embargo adalah sebagian contoh hukuman bagi tindak pencederaan
terhadapHaKI.Dalam memasuki pasar internasional, maka perlindungan dibidang
HAKI tidakbisa ditawar-tawar lagi, sebab perlindungan HAKI ini sebenarnya
bagaikan keping matauang yang memiliki dua sisi. Sisi pertama sebagai penopang
pertumbuhan ekonominasional, sedangkan sisi yang lain akan memberikan
kepercayaan internasional,khususnya kepercayaan para investor terhadap iklim di
Indonesia yang mampumelindungi bidang HaKI. Sebab jika ´’law enforcement ‘´
dibidang HaKI tidak mendapatprioritas tentunya barang-barang berkualitas akan
enggan masuk pasar dalam negeri. ApalagiUnited State Trade Representative(Amerika
Serikat) menempatkan Indonesiapada posisi ´priority watch list ´.
III. PEMBAHASAN
Peranan HaKI di Indonesia
Betapapun
HaKI adalah konsep hukum yang netral. Namun, sebagai pranata,HaKI juga memiliki
misi. Di antaranya, menjamin perlindungan terhadap kepentinganmoral dan ekonomi
pemiliknya. Bagi Indonesia, pengembangan sistem HaKI telah diarahkan untuk menjadi
pagar, penuntun dan sekaligus rambu bagi aktivitas industridan lalu lintas
perdagangan. Dalam skala ekonomi makro, HaKI dirancang untukmemberi energi dan
motivasi kepada masyarakat untuk lebih mampu menggerakkanseluruh potensi
ekonomi yang dimiliki.
HaKI
berkaitan dengan produk. Suatu produk pada hakikatnya merupakan karyaseni atau
sastra atau karya tulisan termasuk karya ilmiah yang pada dasarnyamerupakan
karya intelektual yang dilindungi hak cipta (sebagai bagian dari HaKI),
dandiperdagangkan secara global, pada gilirannya akan memerlukan pula
perlindunganhukum yang efektif dari segala tindak pelanggaran. Demikian pula
halnya denganproduk industri atau manufaktur lainnya. Keterlibatan pilihan
teknologi (termasukteknologi proses) baik yang dipatenkan maupun yang berupa
rahasia dagang, yangberlangsung sejak tahap perencanaan dan berlanjut hingga
tahap pembuatannya,ataupun penggunaan merek pada saat produk yang bersangkutan
dipasarkan,menunjukkan keterlibatan HaKI sejak awal hingga akhir produksi.
Dapat dikatakan HaKItelah hadir sejak awal produksi hingga saat pemasarannya.
Karenanya, memang tidakberlebihan untuk mengatakan bahwa globalisasi produk
pada akhirnya juga berartiglobalisasi HaKI.
Pada
proses selanjutnya seiring dengan meningkatnya kreatifitas masyarakatdan
dipengaruhi oleh teori ekonomi pasar dari Adam Smith, muncul konsep hak
ataskepemilikkan atas karya intelektual. Konsep ini kemudian di
Undang-Undangkan.Penjaminan atas hasil karya intelektual ini dimaksudkan untuk
merangsangpertumbuhan kreatifitas, menjamin kepemilikan suatu hasil kreatifitas
serta menjadikanhasil kreatifitas intelektual memiliki nilai pasar dalam artian
ekonomis tersendiri.Problem yang timbul dari tatanan ini adalah, pelaksanaan UU
paten dan copyright telahmembuka jurang yang lebar antara si kaya dan si miskin
atau antara negara kayadengan negarta miskin serta kecenderungan munculnya
perilaku monopoli olehsekelompok orang atau kelompok tertentu.
Di
bidang merek, HaKI tegas menolak monopoli pemilikan dan penggunaanmerek yang
miskin reputasi. Merek serupa itu bebas digunakan dan didaftarkan oranglain
sepanjang untuk komoditas dagang yang tidak sejenis. HaKI hanya memberiotoritas
monopoli yang lebih ketat pada merek yang sudah menjadi tanda dagang
yangterkenal. Di luar itu, masyarakat bebas menggunakan sepanjang sesuai dengan
aturan.Yang pasti, permintaan pendaftaran merek ditolak bila didasari iktikad
tidak baik.
Memasuki
tahun 2000 HaKI telah bergulir secara resmi dalam koridor globalisasi,artinya
pengakuan hukum disatu negara secara konseptual tidak berbeda dari yang adadi
negara lain. Begitu juga dengan ruang lingkup HaKI mengalami perkembangan,
HaKItidak lagi hanya mengurusi hak atas cipta, paten dan merek tapi sekarang
telah meliputihak atas desain industri, tata letak sirkuit terpadu dan rahasia
dagang. Hal ini sejalandengan penataan HaKI dalam wadah World Trade
Organization( WTO ), yangdidalamnya juga terlampir Agreement ontrade Related of Intelectual
Property ( TRIPs ) .Kenyataan ini yang nantinya mendorong untuk perlu melakukan
ratifikasi terhadapperundang-undangan HaKI (UU hak cipta, UU paten dan merek)
di Indonesia.
Sejalan
dengan itu, pemerintah Indonesia terus mengambil langkah gunameningkatkan
perlindungan hukum, dan pembinaan di bidang HKI. Sejak tahun 2000Pemerintah Indonesia
telah menerbitkan dan merevisi peraturan hukum di bidang HKIuntuk disesuaikan
dengan kesepakatan TRIPs, antara lain: UU No. 29 Tahun 2000tentang Perlindungan
Varietas Tanaman (PVT), UU No. 30 Tahun 2000 tentangRahasia Dagang, UU No. 31
tentang Desain Industri, UU No. 32 tentang Desain TataLetak Sirkuit Terpadu
(DTLST), UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No. 15Tahun 2001 tentang Merek,
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Melihat
perkembangan sistem perundang-undangan HaKI di Indonesia, A.Zenmenjelaskan
bahwa undang-undang HaKI merujuk pada peran HakI sebagaipendukung kegiatan
untuk menghasilkan karya-karya intelektual. Hal ini dapat terlihatnyata pada
implementasi UU No 6 tahun 1989 tentang hak paten, UU No 13 tahun1997 yang
memberi perlindungan hukum yang semakin efektif terhadap perkembangankegiatan
penelitian dan pengembangan teknologi atau UU No 19 tahun 1992 dalamkaitannya
dengan merek. Sebagai sebuah perundang-undangan, UU HaKI mengatur tentang ruang
lingkup karya intelektual ( hak dan kewajiban ), tata cara mendapatkanHaKI
termasuk pendaftaran HaKI secara internasional, jangka waktu perlindungan
sertaprosedur pemeriksaan. Terobosan baru yang juga dilakukan adalah
tersedianya paten sederhana bagi hasil karya kreatif yang tidak berteknologi
tinggi. Untuk patensederhana ini persyaratannya lebih ringan dan jangka waktu
perlindungan juga tidakbegitu lama. Hal ini dikarenakan masih lemahnya
pemahaman HaKI, sejalan denganbukti bahwa masyarakat kita masih belum
menghargai HaKI, contohnya adalahpersoalan peniruan merek. Sesungguhnya memang
kurang fair menuntut masyarakatmemahami sendiri aturan HaKI tanpa bimbingan
yang memadai. Sebagai konsephukum baru yang padat dengan teori lintas ilmu,
HaKI memiliki kendala klasik untukdapat dimengerti dan dipahami. Selain sistem
edukasi yang kurang terakomodasi di jenjang perguruan tinggi, HaKI hanya
menjadi wacana yang sangat terbatas karenakurangnya sosialisasi.
HaKI sebagai suatu
sistem perlindungan ide bagi dunia usaha
Philipus
M. Hadjon menyebutkan bahwa pada dasarnya perlindungan hukummeliputi dua hal.
Yakni perlindungan hukum pereventif dan perlindungan hukumrepresif.
Perlindungan hukum preventif meliputi tindakan yang menuju kepada
upayapencegahan terjadinya sengketa sedangkan perlindungan represif maksudnya
adalah perlindungan yang arahnya lebih kepada upaya untuk menyelesaikan
sengketa, seperticontohnya adalah penyelesaian sengketa di pengadilan.
HaKI
sebagai satu sistem perlindungan hukum juga mempunyai kedua jenisperlindungan
sebagaimana yang diungkapkan oleh Hadjon. HaKI mengenal adanyasistem
pendaftaran yang cenderung kepada perlindungan hukum secara preventif dansistem
pidana untuk perlindungan secara represif, mengingat memang pidana padaasasnya
adalah satu tindakan terakhir untuk menegakkan hukum.HaKI memberikan pencipta
dua hak ekslusif yaitu hak moral dan hak ekonomi;hak moral adalah hak hak yang
melindungi kepentingan pribadi sang pencipta sehinggamemberikan pencipta hak
untuk tetap disebut pencipta karya tersebut. Sedangkan,Hak ekonomi adalah hak
untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas kekayaanintelektual.
Kasus
yang sering terjadi adalah harga produk HKI cenderung sangat mahal. Halini
dikarenakan terkadang pencipta tidak hanya mengambil hak ekonominya akan
tetapimelipat gandakan apa yang menjadi haknya. Padahal bisa saja untuk
menjadikanbarang tersebut murah pencipta atau penemu melepas hak ekonominya
tersebutsehingga bisa jadi harga dari produk HaKI menjadi lebih terjangkau.
Akan tetapimelepaskan hak ekonomi dikalangan pencipta atau penemu tampaknya
masih sangat jarang.
Dunia
usaha saat pada masa globalisasi sekarang ini menghadapi banyak
tantanganseiring cepatnya perubahan perubahan dalam teknologi dan banyaknya
kreasi atau ide yang tercipta dari tenaga kerja yang kreatif. Hal ini
menimbulkan pertanyaan akanpentingnya HaKI dalam tiap tiap bidang industri.
HaKI dalam Industri
perangkat lunak
Disini
terdapat perbedaan antara hak paten dengan copyright dalam konteksindustri
perangkat lunak. Hak paten terletak pada algoritma, sedangkan penerapan darialgoritma
adalah copyright . Oleh karena itu algoritma dapat dipatenkan
sedangkanpenerapan dari algoritma (copyright ) tidak bisa. Sebagai contoh
pengembangan padamicrosoft, microsoft tidak dapat disebut copyright tapi berhak
atas paten.Kerumitan menetapkan suatu hasil karya pada industri perangkat lunak
iniberhak memiliki copyright atau tidak sejalan dengan cepat dan panjangnya
prosespengembangan pada industri perangkat lunak itu sendiri. Akibatnya
copyright seringdipertentangkan dan ketika memasuki proses hukum kembali
terganjal kepada prosesitu kembali. Oleh karena itu perlindungan hukum dalam
industri perangkat lunak yangdinaungi oleh UU No 19 Tahun 2002 tentang hak
cipta (copyright ) dan UU No.14 tahun2001 tentang paten masih tumpang tindih.
Hal ini dikarenakan, algoritma sebuahperangkat lunak yang menjadi mesin dari
sebuah perangkat lunak masih dapat dibajakdan dibuat kembali dengan mudah tanpa
bisa dilacak (reverse engineering ). Untukmenjelaskan perkembangan industri
perangkat lunak di Indonesia terlihat masihterfokus pada proses aplikasi atau
integrasi. Pengembangan itu sendiri masih banyakmengabaikan HaKI. Persoalannya
disini adalah UU HaKI masih banyak berpihak padadan menguntungkan orang lain.
HaKI dalam Industri
Farmasi
Industri
farmasi di Indonesia pada era globalisasi terdiri dari sebagian besar merupakan
industri manufaktur farmasi yang berorientasi pada formula obat jadi, danuntuk
kebutuhan tersebut masih tergantung pada bahan baku impor. Lemahnya
industripengembangan farmasi di Indonesia disebabkan oleh tingginya biaya untuk
melakukan penelitian. Adapun peluang untuk bersaing dengan pihak luar yang
memang padatmodal adalah pada pengembangan obat tradisional yang bahan bakunya
tersedia diIndonesia. Dilihat dari sisi perspektif perlindungan hukum HaKI
tampaknya masihberjalan kurang baik dikarenakan situasi industri farmasi
Indonesia saja yang masihmenggantungkan obat obatan dari luar negeri. Lebih
jauh lagi tampaknya, perlindunganHaKI terhadap obat-obatan luar negeri masih
lemah dengan banyaknya obat obatanpalsu yang beredar di masyarakat.Contoh
kasusnya adalah, Tempe yang secaratradisional adalah produk asli Indonesia,
namun paten tempe telah dilakukan di Jepang(Masuki Tokuda, Kyoso Hiroya, Nishi
dan Inoue) untuk kepentingan obat dan kosmetik.
HaKI dalam industri
musik
Keberadaan
HaKI dengan segala perangkat perundang-undangannya merupkansesuatu yang
ditungu-tunggu dalam industri musik dan berharap perlu didukung olehsemua
pihak. Akan tetapi, sebaliknya, perlindungan hukum terhadap hasil karyapemusik
masih lemah. Masyarakat lebih bangga membeli kaset banjakan dibandingkanyang
original, dan memang harganya lebih murah. Perdagangan kaset bajakanbelakangan
ini justru semakin banyak dan terang-terangan. Aparat keamanan sertaperangkat
penegak hukum lainnya terlihat masih lamban dalam mengatasi
kasus-kasuspembajakan. Kebanyakan kasus diantaranya hanya diberi hukum
percobaan. Pada halmenurut undang-undang setiap pembajak akan diberi hukuman 7
bulan penjara sertadenda 100 juta. Tidak jauh berbeda dengan kedua elemen di
atas para pencipta lagupun banyak yang tidak paham dan mengerti dengan hak yang
dimilikinya. Contoh diJepang royalty atas karya Gesang dari tahun 1950 sampai
1974 saja sudah terkumpulsebanyak 500 US dollar, tapi itu tidak bisa diambil
karena Gesang tidak tercatat sebagaianggota asosiasi tersebut. Contoh konkrit
lain adalah royalti lagu Lilin-Lilin Kecil yangmenjadi lagu abadi hingga kini
sejak dipopulerkan Chrisye pada 1977 yang diciptakanoleh James F. Sondah.
Pendapatan royalti yang diperoleh dari lagu tersebut ternyatahanya Rp 35 ribu.
Selanjutnya lagu Api Asmara milik Ali Yahya, saat pertama lagu itu
dipublikasikan, Yahya hanya disodori secarik surat perjanjian Rp 15 ribu untuk
sekalimerekam lagu ciptaannya.
Langkah-langkah
yang telah dilakukan, khususnya menyangkut hukum HAKI,berkaitan erat dengan
pemahaman bahwa perdagangan, industri dan investasi tidakbisa dilepaskan dengan
HAKI. Kebutuhan nasional untuk dapat mengakses ke pasar internasional bagi
produk yang dihasilkan memiliki arti yang sangat penting danstrategis. Hal ini
selain berhubungan dengan tuntutan globalisasi, juga kebutuhannasional untuk
memperluas dan memperbesar pendapatan ekspor, terutama di sektor non-migas.
Masalah yang kita hadapi dalam rangka pembentukan sistem hukum HAKIadalah
masalah kesadaran hukum HAKI sebagai perwujudan budaya hukum. Budayahukum yang
ada dalam masyarakat kita kurang mendukung, dan inilah yang perlumendapat
perhatian.
Dalam
masyarakat masih sering beredar barang-barang bermerek palsu, danironisnya barang
tersebut laku dipasaran yang sebetulnya ini merugikan konsumen darisegi
kualitas barang. Disamping itu, juga berkonsekuensi Indonesia
ditempatkansebagai kelompok negara ´priority watch list´. Bagi para pengusaha,
khususnyapengusaha kecil dan menengah tidak mendaftarkan merek produk ataupun
jasanya,karena selain kesadaran ekonomisnya lemah, juga biaya pendaftaran
dianggap masihmahal. Disamping merek, produk-produk dari hasil karya seni juga
tidak didaftarkan hakciptanya.
Penutup
Ketika
menghadapi badai krisis ekonomi, HaKI terbukti dapat menjadi salah satupayung
pelindung bagi para tenaga kerja yang memang benar-benar kreatif daninovatif.
Lebih dari itu, HaKI sesungguhnya dapat diberdayakan untuk mengurangikadar
ketergantungan ekonomi pada luar negeri. Bagi Indonesia, menerima globalisasi
dan mengakomodasi konsepsi perlindungan HaKI tidak lantas menihilkan
kepentingannasional. Keberpihakan pada rakyat, tetap menjadi justifikasi dalam
prinsip-prinsippengaturan dan rasionalitas perlindungan berbagai bidang HaKI di
tingkat nasional.Namun, semua itu harus tetap berada pada koridor hukum dan
norma-normainternasional. Dengan adanya sistem yang demikian menunjukkan
bahwasanya HaKIpada dasarnya bukanlah satu sistem monopoli kapitalis, akan
tetapi ketika di telaahlebih jauh sistem HKI adalah satu sistem yang bisa saja
bernuansa sosial dengan tetapmengusung pada semangat awal munculnya HKI yakni
memberikan perlindungan ataside pencipta.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar